Hai teman-teman! Kali ini aku mau membagikan cerpenku yang lain, nih. Cerpen ini dari buku karyaku yang berjudul "Penulis Cilik" yang terbit dari Penerbit Erye Art pada tahun 2020. Semoga teman-teman suka dengan cerpennya, ya ^^
Cover buku :
Manusia Hitam
“Dek, main sepeda yuk!” ajak seorang gadis kecil berusia 11 tahun yang
sedang membetulkan jilbab warna pink-nya.
“Ayo, Kak!” sahut adik laki-lakinya
yang memiliki tubuh kurus dan rambut keriting.
Gadis kecil tadi bernama Rani, sedangkan adiknya
yang kurus itu bernama Fahri. Rani memiliki nama lengkap Rani Annisa
Salsabila. Dia bersekolah di SDI Darul Mu’minin kelas 5. Sedangkan
Fahri, dia satu sekolah dengan Rani. Bedanya dia masih kelas 3 SD.
Sore itu, Rani dan Fahri akan
berjalan-jalan sore di komplek perumahan mereka. Rani sudah siap dengan
sepedanya yang berkeranjang dan berwarna serba pink. Sedangkan Fahri sudah siap
dengan sepedanya yang berwarna merah bermerek Polygon.
“Hati-hati di jalan ya Kak, Dik!”
ucap Mama sebelum Rani dan Fahri pergi meninggalkan rumah.
“Iya, Ma,” sahut Rani dan Fahri kompak.
Rani mulai menggoes
sepedanya. Fahri menyusul dari belakang.
“Dek, kita lomba yuk! Siapa yang
paling cepat goes sepeda sampai lapangan samping masjid, dia yang menang. Nanti
yang kalah harus traktir jajan yang menang! Gimana?” tanya Rani sambil memelankan
laju sepeda.
“Ayo, Kak! Berhenti dulu dong kalau
gitu. Mulainya harus bareng,” sahut Fahri.
Rani dan Fahri
menghentikan laju sepeda mereka di dekat pohon besar. Mereka menyiapkan
ancang-ancang.
“Oke, satu, dua, tiga!!!” seru Rani.
Rani dan Fahri menggoes
sepeda masing-masing dengan sekuat tenaga. Mereka berlomba-lomba agar cepat
sampai lapangan. Setelah beberapa menit, Rani berada di posisi
depan. Fahri tertinggal lumayan jauh. Rani membelokkan sepedanya, belok ke
arah Mesjid Al-Ikhlas, mesjid yang dekat dengan lapangan. Sebentar lagi dia
akan tiba di lapangan.
“Yeay, sepertinya aku yang
menang!!!” seru Rani senang sambil terus menggoes sepedanya.
Tiba-tiba ... BRUK!
Rani kebingungan. Suara apa tadi? batinnya dalam hati. Dia
pun menghentikan sepedanya. Betapa kagetnya dia ketika melihat Fahri tidak ada
di belakang. Fahri menghilang!
“Dek, kamu dimana?!” teriak Rani lumayan keras.
Suasa komplek hari itu memang
lumayan sepi. Rani mengedarkan pandangan ke segala arah, berusaha mencari dimana Fahri
berada. Betapa kagetnya Rani ketika melihat sepeda Fahri berada di dekat selokan dengan kondisi terbalik. Rani bingung, dimana
Fahri berada? Kenapa hanya ada sepedanya saja?
Rani menggoes sepedanya ke arah selokan itu.
“Kak, tolong aku!” seru seseorang dari arah selokan.
“Fahri!?”
Rani terbelalak kaget. Fahri ternyata tercebur ke dalam selokan yang airnya lumayan tinggi. Seluruh tubuhnya hitam legam. Tak ada titik putih sedikitpun. Seperti roti yang dilapisi selai cokelat.
“Kamu kenapa bisa begini, Dek?!” tanya Rani panik.
“Tadi pas aku mau susul Kakak aku ngebut banget bawa sepadaku, karena aku
nggak mau kalah dari Kakak. Terus tiba tiba saja sepedaku terpental dan
akhirnya aku jatuh ke dalam selokan ini. Hiks .. hikss ... Tolong aku, Kak,”
jelas Fahri sambil mulai menangis.
“Hahaha ... Dek, dek ada-ada aja sih, kamu! Begini kan, akibatnya. Udah
tubuh kamu hitam semua lagi! Hahaha ...” ucap Rani.
“Kakak mah bukannya nolongin aku malah ngeledekin,” ucap Fahri.
Tiba-tiba ada seorang Bapak tua datang menghampiri. Bapak tua tersebut
kaget melihat Fahri berada di selokan. Dengan cepat, Bapak tua tersebut
membantu Fahri untuk keluar dari selokan dengan kedua tangannya.
“Terima kasih, Pak,” ucap Rani ketika Fahri sudah
berhasil keluar dari selokan tersebut.
“Sama-sama, Dik. Lain kali, hati-hati
kalau naik sepeda!” ucap Bapak tua itu sambil berlalu pergi.
Seluruh bagian tubuh Fahri hitam
legam. Dari mulai ujung kepala rambut sampai kakinya pun ikut-ikutan hitam
akibat air selokan. Fahri merasa malu bukan main. Kemudian, dia menuntun
sepedanya yang sedikit rusak pada bagian ban dan joknya. Setelah itu, Rani dan Fahri pulang
menuju rumah.
Sungguh malang nasib Fahri. Saat
mereka pulang, daerah komplek mulai ramai oleh orang-orang. Fahri harus
melewati khalayak ramai tersebut dengan keadaan hitam berlapis air selokan.
“Udah, Dek .. Ayo jalan aja, cuekin
orang-orang yang lihatin kamu,” ucap Rani menenangkan.
“Aku maluu, Kak ... Hikss,” balas
Fahri sambil menangis.
“Udah, jangan menangis. Sebentar
lagi sampai rumah. Kalau kamu nangis, malah makin bikin malu,” ucap Rani sambil menuntun
sepedanya.
Beberapa saat kemudian, Rani dan Fahri sampai di rumah.
“Assalamualaikum, Mama!” ucap Rani sambil mengetuk
pintu rumah.
Tiba-tiba muncul seorang wanita
berjilbab biru dengan daster bunga-bunga. Mama langsung kaget ketika melihat
Fahri.
“Astagfirullah, Fahri!? Kamu
kenapa?” tanya Mama sambil memegang pundak Fahri.
“Tadi pas lagi naik sepeda bareng
Kakak, aku tiba-tiba aja kepental ke selokan, Ma! Aku masuk ke dalam selokan!”
jelas Fahri.
“Hah? Kok bisa tiba-tiba gitu?”
“Iya, Ma. Pas aku lagi ngebut
ngebutnya, sepertinya ada batu besar di jalan. Jadi, sepedaku oleng karena batu
itu. Dan tanpa sadar, aku terpental masuk ke selokan!” jelas Fahri.
“Ya Allah ... ada-ada saja sih,
kamu. Lain kali nggak usah ngebut-ngebut seperti itu. Udah sini ayo bersihin
dulu seluruh badan kamu,” ucap Mama.
Rani hanya bisa menahan tawa melihat Fahri seperti orang berlumuran cokelat. Bedanya cokelat yang ini berwarna “hitam” dan baunya tidak sedap sama sekali. Kemudian, Fahri menuju kamar mandi membersihkan seluruh air selokan dan kotoran yang menempel di badannya. Bahkan, air selokan tersebut masuk ke dalam kedua telinga Fahri.
Setelah seluruh tubuhnya bersih,
Fahri keluar dari kamar mandi.
“Lain kali, aku nggak mau lomba
sepeda bareng Kakak lagi,” ucap Fahri kesal.
“Hahaha ... Iya, iya. Lagian salah
kamu juga sih, nggak hati-hati bawa sepedanya,” balas Rani sambil tertawa
terbahak-bahak. “Lain kali hati-hati, ya Dik!” lanjutnya sambil tersenyum.
Mama hanya tertawa melihat tingkah
laku kedu anaknya.
“Sudah-sudah. Sekarang siapa yang
mau ikut Mama ke Carefour? Mama mau belanja bulanan,” ucap Mama.
“Aku ikut Ma!” seru Fahri
bersemangat.
“Aku juga,” ucap Rani.
“Oke, sepuluh menit lagi kita
berangkat ya. Kalian berdua siap-siap. Kalau sepuluh menit lagi belum siap,
Mama akan tinggal,” ucap Mama sambil mematikan TV di ruang tamu. Memang tadi
saat Hani dan Fahri dating, Mama sedang menonton berita di TV.
“Siap Ma!” balas Rani dan Fahri
kompak.
Sepuluh menit kemudian, Mama, Rani dan Fahri sudah siap untuk berangkat
ke Carefour. Mama menyalakan mesin mobil. Fahri duduk di bangku mobil bagian
depan bersama Mama. Sementara Rani sendiri di bangku bagian tengah. Tak lama
kemudian, mobil berjalan menyusuri jalanan kota yang ramai, di sore hari
menjelang petang.
0 comments:
Post a Comment